KH M. YUNUS MOJOKERTO


KH Mas'ud Yunus terLahir dari latar belakang keluarga berada, bukan lantas menjadikan Mas’ud Yunus kecil tidak mandiri. Ayahnya, yang seorang Kepala Desa, telah menanamkan pribadi yang mandiri kepada ke-12 putra-putrinya. Orang tua-nya pula, yang terus membangun kesadaran tentang pendidikan terhadap pribadi Mas’ud Yunus, terlebih lagi dalam ilmu agama. 

Dengan kehidupan ekonomi keluarga yang cukup, praktis menjadikan keluarga besar itu berubah ketika tulang punggung keluarga, Ayah Mas’ud Yunus, meninggal dunia. Kala itu, semua saudara-saudara Mas’ud Yunus  masih dalam jenjang pendidikan, termasuk dia sendiri sebagai anak ke 7 masih baru duduk di kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah (SD).

Sepeninggal Ayah, Mas’ud Yunus kecil dan saudara-saudara yang lain sempat buram melihat masa depan pendidikan mereka, karena untuk menghidupi ekonomi saja sangat berat. Namun realitas yang berat itu, berkat kesabaran dan motivasi dari sosok seorang Ibu, mampu melejitkan semangat dan motivasi kepada ke-12 putra-putri nya, sehingga kehidupan terus berjalan dan kembali menggapai mimpi-mimpi yang sempat memudar. Yunus  pun kembali semangat bersekolah, meski setiap hari ia harus berjalan kaki sejauh 5 km untuk sampai di sekolahnya.

Setamat MI, laki-laki kelahiran 1952 ini, melanjutkan ke SMP Islam yang kala itu masih bernama MMNU (Muallimin Muallimat Nahdhatul Ulama). di masa SMP inilah, ia mulai mengaktifkan dirinya dalam banyak kegitan. Terhitung dari kegiatan-kegiatan yang berbasis sekolah, semisal Pramuka, PMR, dan lain-lain, ia juga sudah melibatkan diri ke dalam organisasi kepemudaan IPNU.

Saat masa SMP inilah Mas’ud Yunus  seolah dipaksa untuk betul-betul memahami kondisi ekonomi keluarga yang kian sulit tanpa keterlibatan seorang ayah, dari kondisi inilah Alloh telah memberikan kemudahan melalui suara emasnya yang perlahan belajar untuk dipotensikan, inipun atas sarat seorang guru ngaji panutannya, pengalaman ikut di Jami’atul Qura mengantarkannya menjadi Juara MTQ tingkat Mojokerto kala itu. 

Sejak menjadi juara MTQ itu lah, ia mulai dikenal dan sering mendapat panggilan menjadi guru privat mengaji, yang hasil dari mengajar tersebut sudah cukup untuk membiayai sekolah Mas’ud Yunus.

Detelah tamat dari SMP, suami dari Siti Amsiyah ini, sudah menjadi pribadi yang mandiri. Sehingga ia meyakinkan diri  untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi tanpa bantuan biaya dari ibu, kemudian ia memilih PGA (Pendidikan Guru Agama) dengan harapan bisa menambah ilmu agama dan bisa bermanfaat untuk kepentingan dunia dan akherat. Banyak kemudahan-kemudahan yang Mas’ud Yunus dapatkan, salah satunya disaat kebanyakan teman-teman yang sekolah di PGA, banyak yang nge-kos, Mas’ud Yunus tidak perlu mengeluarkan biaya khusus untuk bayar kos, karena salah seorang temannya meminta Mas’ud Yunus mengajari ngaji sekalian bisa tinggal dirumahnya tanpa dipungut biaya.

Dari kemudahan-kemudahan itu, ia terus menjalaninya dengan sangat istiqamah. Baginya, tidak ada sesuatu yang kecil, karena kalau ditekuni, sesuatu itu akan terus menjadi besar. Mas’ud Yunus   semakin memahami makna Istiqamah, terlebih lagi ketika ia nyantri kepada seorang ulama besar Mojokerto, yaitu KH. Ahyat Chalimy, selepas dari PGA. Selama di pesantren, ia pernah mendapatkan amanah menjadi Mua’dzin, amanah tersebut ia jalani dengan sungguh-sungguh. Karena keistiqamahan-nya lah, menumbuhkan kedekatan yang istimewa kepada sang Kyai  KH. Ahyat Chalimy, dari sang Kyai lah, ia kemudian mendapatkan banyak ilmu dan manfaat, baik yang disampaikan secara khusus, ataupun disampaikan oleh sang Guru di dalam mejelis.

iklan kota dengan wakil walikotaTiga tahun di Pondok, sebenarnya bukan lah waktu yang lama untuk ukuran santri. Namun, di waktu yang singkat itu, Mas’ud Yunus benar-benar menjalani di tiap waktunya dengan sungguh-sungguh dan istiqamah. Selama di pesantren, ia juga memanfaatkan waktu nya dengan ikut program Muhadharah (baca pidato), dan program-program lain untuk menunjang aktifitas di pesantren, melalui program inilah semakin menjadikan figur Mas’ud Yunus menjadi pemuda yang piawai dalam berpidato dan komunikasi, dari sini pulalah kemampuannya menguasai publik menjadi terasah.

Setelah tiga tahun di pesantren, berkat kedekatannya dengan KH. Ahyat Chalimy, ia pun di jodohkan dengan seorang wanita sholihah, bernama Siti Amsiyah, dan menikah pada tanggal 29 Desember 1974. Bersama sang istri, ia kemudian melanjutkan amanah dakwah. Selama Kyai Yunus berada dalam aktifitas, sang istri berperan membantu suami dengan membuka toko pracangan.

Sebelum Mas’ud Yunus dikenal sebagai juru dakwah, sebenarnya ada kisah yang menarik yang mengawali dia sebagai pengisi tausiyah, sebelumnya dia lebih dikenal sebagai pembaca Qira’ah. Suatu ketika disaat Mas’ud Yunus di undang sebagai pembaca Qira’ah di suatu pengajian, atas kehendak Allah penceramah yang diundang tidak hadir, berhubung jamaah yang sudah berkumpul sudah banyak Mas’ud Yunus pun, yang diundang sebagai Qori’, ditunjuk seketika itu juga merangkap sebagai penceramahnya. Dari pengalaman perdana ini, kemudian ia semakin dikenal sebagai juru dakwah, tidak hanya di desa kelahirannya, tapi juga di seluruh kabupaten mojokerto kala itu.

Berikut beberapa rekaman pengajian beliau yang berbentuk MP3. Bagi anda yang ingin memiliki arsip audio pengajian KH Mas'ud Yunus, silahkan download di bawah ini.

1.   Maulud Nabi SAW (di Masjid Baiturrohim Karang Lo Wates Mojokerto).